First Attempt


Ilmi, Main di Luar, yuk!!

Siang itu aku baru saja pulang sekolah, naik sepeda. Udaranya panas, pula. Bikin perut jadi lapar... Sesampainya di rumah aku langsung menghambur ke dapur.

“Ibu hari ini masak apa??”

“Masak ayam. Kamu lepas sepatu sama ganti baju dulu gih, terus baru makan”

“Iyaa....”

Tak lama kemudian.

“Bu....kok ada si Ilmi di kamarkuu??”

“Iya sayang. Ibunya Ilmi sedang ada urusan, jadi dia dititipkan dulu di tempat kita sampai nanti sore.”

“Oooh.....”

Ilmi adalah anak tetangga yang sering sekali dititipkan di rumahku. Usianya lebih muda tiga tahun dariku, jadi sudah seperti adik sendiri (aku nggak punya adik sih). Dan biasanya tiap dia main ke rumah.... Ilmi selalu membawa mainan baru. Lalu pasti ia memamerkannya.

“Abang, bang Toni liat deh aku punya mainan baru loh.”

Tuh kaaan!!

“Namanya Digimon bang, liat deh bang keren bisa geter loh kalo nembak”

“Pinjem dong....”

“Nggak boleh...”

Huuuh!! Selalu saja begitu! Kesal aku dibuatnya!!

“Ibuu, si Ilmi tuh!!”

“Kenapa Ton??”

“Ini buu, si Ilmi nih gak mau minjemin mainannya!!”

“Ya itu kan mainan punya dia....”

“Tapi kan bu!!”

“Ssst... Toni, dengerin ibu yah. Ilmi begitu soalnya dia kan nggak punya temen main di rumahnya, makanya kamu temenin dia ya? Gih coba kamu ajak dia main di luar. Kamu kan udah besar. Ya? ”

“Iyaaa.....”

“Ilmi, aku juga punya mainan yang seru loh, banyak lagi”

“Mana? Apaan??”

“Nih!!” Aku menunjukkan sekotak penuh bola kecil warna-warni alias..... kelereng.

“Ini gimana cara mainnya??”

“Eh jangan dimakaan!! Sini aku ajarin cara mainnya tapi kita mainnya di belakang yaa....”

“Iyaa....”

Akhirnya kami main berdua di halaman belakang rumah. Si Ilmi yang baru sekali itu bermain kelereng, tentu saja masih jauh dari jago.

“Bukan begitu...nih gini cara nyentilnya.”

‘Tak!’ kelereng menghantam kelereng lain yang ada di dalam lingkaran.

“Ilmi mau coba Ilmi mau cobaa!!”

“Yaudah tapi yang bener yaaa”

“Iya!!”

Akhirnya setengah jam berlalu. Kami baru berhenti bermain saat ibu memanggil kami untuk makan. Aku jadi berpikir, ah apa jadinya ya kehidupan anak-anak sepuluh tahun lagi, masa jaman sekarang anak SD aja nggak tahu yang namanya kelereng?? Ah, kebanyakan main digimon, sih.

*****

Tidak Kenal


Midnite's already over. yet your eyes
are still opening,and so does mine.

We're separated by hundreds of kilometers.

Yet I still know that you're still awaken.

Through those social webs.

I can see you tweeting.

You can see me too since we're following
each other.

But we'll never mention each other again,

as we're walking in the same corridor and never greet,

pretending as if we don't see each other.

'cz there's no simple word as 'we' anymore.

Lost.


13 Juni 2010

I lost my grip.

Yet I still do not know where to look for.

For these past two weeks, i’ve been like a ghost. My body is there, sometimes my soul is there too, but never my soul.

I laugh, I hang out, i yelled, i act like dumb***, i act like a fool.

But in fact, i’m just empty.

I’m saying sweet things to anyone. I encourage people. I run in the afternoon. I accompany.

Yet I still don’t know what to achieve.

Because the only destination is not there anymore. The one i used to throw away my feelings is not there anymore. The one that already forgotten me.

So I come up to the conclusion that I have to stop bumping all things at him.

That sure is the cause I lost my mind these days.

So lost that I didn’t know what to pray to God.

....and this keep happening in the past two weeks.

I’ve been so lost that I even crave to God, “why do i always bump into him? Can’t i be open to someone else??”

....and that time I realized.

I know what to pray.

“God, please make me meet the one that make me able to tell things to.”

Amin.

Pengetahuan dan Pajak


Pengetahuan itu bagus. Pengetahuan akan sesuatu hal yang berada di luar sudut pandangmu itu bagus.

‘Anak-anak farmasi itu hebat lho, waktu aku kkn dulu, mereka nemu rumput-rumputan aja langsung bilang, “wah, ini sih bisa jadi tanaman obat. Terus mereka langsung ngajarin ibu-ibu yang ada disana gituh. Kita sih yang dari anak manajemen, nggak ngerti apa-apa.’

Wow.

Ulangi sekali lagi.

WOOOW.

Yak, baru sekali ini saya mendengar sseseorang berbicara seperti itu. Di depan saya. Kepada saya.

Akhirnya, setelah menjalani kehidupan kuliah yang terasa memuakkan menakjubkan selama lima semester ini, saya menemukan suatu fakta yang berguna tentang omongkosong kuliah yang saya jalani selama ini.

Ternyata kuliah di farmasi bisa menjadikan kamu tampak keren di depan cowok manajemen angkatan atas yang tampangnya di atas rata-rata berguna di saat KKN.

Ehem.

Maksudnya adalah, ternyata kita bisa mendapatkan kesempatan untuk show off di depan anak fakultas lain berguna bagi masyarakat. Dalam arti sesungguhnya dan tanpa dibayar.

Yap, ilmu kita adalah ilmu terapan, aplikatif, dan sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari.

Meski sangat susah untuk dipelajari.

Oke, mungkin kalimat yang terakhir hanya berlaku untuk saya saja. Yap, saya si dodol yang mengira bahwa kalau obat sudah masuk ke dalam darah berarti sudah berefek (salah besar, karena ternyata harus berikatan / berada di tempat beraksinya dulu). Dan jika ditanya, absorpsi itu apa? Saya akan menjawab. “saat obat masuk ke pembuluh darah”. Sudah. Titik. End of conversation.

At least, it’s good to know that someone think you are cool, right? (—you= mahasiswa farmasi yang menganggap dirinya nerd or, unrecognized oleh anak fakultas lain)

Whoa, ternyata mereka berpikir kita ini lumayan hebat loh!!!

Ehem. Kembali ke awal.

Tahukah kamu, terkadang hanya ketidaktahuan lah, yang tidak membuatmu sakit hati?

Contohnya saya. Saya sudah sering mendengar pajak. Saya sudah sering mendengar bahwa pendapatan terbesar negara kita berasal dari pajak. Yang sebenarnya, berarti, kita menyumbangkan ‘cukup banyak’ untuk negara ini.

Yang saya tidak tahu adalah, apa arti dari ‘cukup banyak’ tersebut.

Tahukah kamu, kalau kita dipungut pajak sebesar:

a. 10% saat makan di restoran.

b. 25% saat kita memenangkan hadiah tanpa usaha(tanpa usaha).

c. 10% saat kita memenangkan hadiah dengan usaha.

Misalnya saat kamu

d. 3000 atau 6000 rupiah saat menggunakan materai.

e. 10% dari laba kotor perusahaan dengan laba kotor min.600 juta

f. Fiskal saat kamu hendak ke luar negri

g. Belum lagi pajak yang tidak saya ketahui besar nominalnya seperti PPB, PPh, PKB(yang berbanding lurus dengan kemewahan dari kendaraan yang kamu miliki)

Wow. Pantas saja pemerintah begitu gencar menyuruh masyarakatnya untuk memiliki NPWP.

Cyber World


Sudah lama juga nggak nulis. Hampir dua minggu. Well, nothing really happens, actually. In fact, I still can’t get rid of my feeling towards my ex (not so surprising), I finally made my first attempt to sign in for a scholarship after my GPA is in the range that I wanted to, and... I lost a lot of news.

Yep, news.

Not a kind of news like A is having an affair with B, or who is broken with who, no.

News that i mean is NEWS.

News that’s broadcasted on tv, that saying Swallow’s Factory got burned, Obama delayed his visit to Indonesia, and the terorism in Indonesia.

Hey, I don’t even know Obama is coming!!

And terorism in Aceh? Huh, what on earth are they doing now?

I know nothing. And I feel bad about it.

Not only for being unable to catch up the news, but also for realizing the reason behind.

I’m too busy with college, practical lab, duty and other, true.

But being too busy with my feeling towards certain person? That can’t be even truer.

But yes. It is.

This entire week was almost fulfilled with hatred, sadness, and depression. Not only that I desperately chasing someone who’s never come back to me, but I even lied to get the signature that I’ve been waiting for a whole day (though I didn’t really regret it).

I haven’t worked on my reports, and assignments, yet.

I do have to change. Obviously.

Think out of the box, look around, and change my mind.

Yes, that’s right. I can, and I will fix everything.

I promise myself.

Brand New Day


It’s always good to be back to routinity. Cause daily routine makes you forget.

Hahahaha. Hell, yeah.

Hari ini untuk pertama kalinya dalam satu semester saya praktikum.

Kembali praktikum berarti kembali pretest, kembali berada di lab selama empat jam nonstop dengan teman – teman satu kelompok dan golongan praktikum.

Kembali pada auksokrom, kromofor, dan pergeseran batokromik.

Dan entah kenapa, semua membuat saya merasa lega, dan baik-baik saja.

Dunia berputar. Rutinitas berjalan.

Dan saya bersyukur.

Bersyukur bahwa, setelah apa yang telah terjadi, Tuhan masih begitu baik sama saya.

Ia memberikan saya peluang untuk kembali, to keep on track bukannya malah terus-terusan terjebak masa lalu.

Juga memberikan kepada saya teman-teman praktikum yang baik, mereka tidak bertanya apapun meski mereka mengetahui.

Dan memberi saya kekuatan mengetahui dan membaca, tanpa rasa sedih berlebih lagi.

Tuhan, Engkaulah yang maha membolak-balikkan hati.

Terima kasih, Tuhan. Tempatkanlah saya selalu dalam perlindunganmu, ya Allah.

Amin.

wanita dan karir


28 Februari 2010

Beberapa hari yang lalu saya datang ke acara pengukuhan guru besar seorang dosen di fakultas saya. Beliau adalah seseorang yang sangat luar biasa, meraih gelar doktor pada usia yang sangat muda, dan diangkat menjadi professor di awal empat puluhan. Belum lagi beliau adalah seorang wanita, muslim, sudah menikah dan punya tiga orang anak.

Kurang apalagi coba?

Kebahagiaan memang tidak bisa diukur. Tidak dengan jabatan, tidak dengan kekuasaan, apalagi dengan uang.

Mungkin begitu juga dengan beliau. Beliau, yang di tengah pidato pengukuhannya, meneteskan air mata saat mengucapkan terimakasih kepada almarhum ayahandanya.

Tapi bukan itu yang menarik perhatian saya. Yang menarik perhatian saya adalah, saat beliau mengucapkan rasa terima kasihnya kepada suaminya, yang diucapkan hingga dua kali oleh beliau. Yang pertama memang tertulis di buku pidato pengukuhan guru besarnya, hanya saja yang kedua....

“kepada suamiku tercinta, mohon maaf atas segala kesalahanku selama ini, semoga engkau terus berkenan membimbingku ,menerimaku, menemaniku hingga akhir perjalanan hidupku...”

(--maaf agak diedit karena penulis tidak ingat dengan sempurna)

Saya ingin menangis. Saya ingin menangis karena, entah mengapa saya merasa, dibalik segala pencapaian karir yang telah beliau peroleh, segala penelitian yang telah beliau selesaikan, ternyata beliau hanyalah seorang—wanita—biasa. Beliau adalah seorang istri, ibu dari tiga orang anak. Yang harus melayani suami dan mengurus anak-anaknya. Bukannya bagaimana sih, tapi ntah bagaimana sepertinya saya mengetahui, beban yang beliau tanggung.

Karena sesulit apapun di tempat kerja, selalu ada anak-anak yang menelpon minta diperhatikan.

Secapek apapun dari tempat kerja, akan selalu ada suami yang minta disiapkan teh di sore hari.

Dan sesukses apapun karir di tempat kerja, saat keluarga sedang ada masalah, terutama dengan anak-anak, ibu lah yang akan disalahkan.

Menjadi wanita, berkarir dan berkeluarga, tidak akan pernah mudah.

Saya ingat seorang ibu mengomentari ibu lainnya, “ih kok anaknya nggak rangking ya di kelas, padahal ibu bapaknya sarjana, S2 lagi.”

Oh, Tuhan.